What is ISLAM ? (Definisi Islam yang Sebenarnya)

Apa itu ISLAM ?




A-Brief-Guide-to-Islam-1.jpg - Discover Islam Kuwait Portal



Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya dan dengan sesamanya.

Definisi ini diambil dari beberapa nas, baik al-Qur'an maupun Hadits. Definisi itu sendiri merupakan deskripsi realitas yang bersifat Jâmi '(kompherensif) dan Mâni' (protektif). Artinya, definisi itu harus menyeluruh  meliputi seluruh aspek yang dideskripsikan, dan memproteksi sifat-sifat di luar substansi yang dideskripsikan.  Inilah resolusi tentang resolusi yang benar.

Batasan Islam sebagai "agama yang diturunkan oleh Allah SWT" telah memproteksi agama yang tidak diturunkan oleh Allah SWT. Ini meliputi agama apa pun yang tidak diturunkan oleh Allah SWT, baik Hindu, Budha, Konghucu, Sintoisme atau yang lain. Sementara batasan "untuk Nabi Muhammad saw." telah memproteksi agama selain agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., baik agama yang diturunkan kepada Nabi Musa, Isa juga yang lain, apakah Kristen, Yahudi atau agama-agama, Nabi dan Nabi yang lain.  Mengenai batasan "yang berhubungan manusia dengan Allah, dengan miliknya dan dengan sesamanya" merupakan deskripsi yang memuat seluruh aspek, mulai dari yang berhubungan dengan dunia sampai akhirat, baik yang menyangkut dosa, pahala, surga, neraka,maupun akidah, ibadah, ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan dan sebagainya.
Semuanya ini diungkapkan oleh nas-nas syara ', antara lain :


اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ
 "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam."   
(QS. Ali Imrân: 19). 

Ayat ini menjelaskan kedudukan Islam sebagai agama samawi yang diturunkan oleh Allah kepada manusia.  Namun ketika Allah menjelaskan "sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam" berarti agama yang lain, yang telah diperoleh oleh Allah yang tidak diperoleh setelah diturunkannya Islam.  Pengertian ini dikuatkan oleh firman Allah SWT yang menyatakan:


 
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ


"Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agama kamu, dan telah Aku cukupkan untuk kamu nikmat-Ku, dan aku ridhal Islam sebagai agama kamu." 
(QS. Al-Mâidah: 3)

Ayat ini menjelaskan, bahwa hanya Islamlah satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah SWT, sementara yang lain tidak.  Ini bisa dipahami dari mafhûm mukhâlafah lafadz: "Aku ridhai" yang merupakan kata kerja sifat: "Aku ridhai Islam sebagai agama kamu” yang berarti:" Aku tidak bisa meridhai selain Islam sebagai agama kamu.” Mafhum ini diperkuat oleh nas berikut ini :

 
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ



"Siapa saja yang mencari selain Islam sebagai agama, sekali- kali tidak akan diterima darinya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi." 
 (QS. Ali Imrân: 85). 


Ayat ini dengan jelas menyebutkan lafadz: Islam sebagai Din (agama), sedangkan lafadz yang sama: Islam tidak pernah digunakan sekali oleh al-Qur'an untuk menyebut nama agama-agama Nabi sebelumnya. Ingat juga dengan kemenangan yang tidak jelas.  Misalnya:

اِنَّآ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ كَمَآ اَوْحَيْنَآ اِلٰى نُوْحٍ وَّالنَّبِيّٖنَ مِنْۢ بَعْدِهٖۚ


"Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu (Muhammad) sama seperti yang telah Kami wahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya."  (QS. An-Nisâ ': 163).




 ثُمَّ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا


"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) untuk mengikuti  'millah' Ibrahim yang lurus."  (QS. An-Nahl: 123). 


Kedua ayat di atas: "Kami telah mewahyukan kepadamu (Muhammad) sama seperti yang telah Kami wahyukan untuk Nuh."  adalah ayat yang bermakna umum, di mana mengucapkan: "Kami telah mewahyukan" bisa melliputi akidah, yaitu tawhid dan syari'ah, yaitu sistem, juga bisa mengikuti salah satu ataupun keduanya sekaligus.  Demikian juga ungkapan: "Mengikuti 'millah' Ibrahim" juga bermakna umum, yang bisa meliputi dua hal, yaitu akidah dan syari'ah.  Namun jika kedua-keduanya inilah yang dimaksudkan, yakni akidah dan syariahnya sekaligus, tentu maknanya akan bertentangan dengan nas yang muhkamat: 


 لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا


"Untuk masing-masing (ummat) di antara kamu, Kami telah tetapkan aturan dan syari'atnya sendiri-sendiri."  (QS. Al-Mâidah: 48). 


Karena itu, pengertian yang tepat juga tidak bertentangan dengan nas yang lain adalah: "Kami telah mewahyukan prinsip tauhid yang sama dengan apa yang Kami wahyukan kepada Nuh."  termasuk makna 'millah' Ibrahim adalah: "Mengikuti prinsip tauhid Ibrahim yang lurus."  Meskipun dalam masalah syariatnya berbeda.  Alasannya karena: "Masing-masing telah kami tetapkan aturan dan syari'atnya sendiri-sendiri."  (QS. Al-Mâidah: 48). 


What is Islam- Brief Introduction to Islam | Islamic Articles

Adapun pernyataan yang menggunakan ungkapan : Aslamtu Ma'a Sulaymân (QS. An-Naml: 44) yang dinyatakan oleh Balqis sama sekali tidak menunjukkan, bahwa Balqis telah memeluk agama Islam, atau agama Nabi Sulaymân adalah Islam.  Tetapi makna ayat tersebut adalah: "Aku tunduk untuk Sulaymân dan agamanya."  Sebab, tidak ada qarinah (indikasi) yang menjelaskan maksud tersebut.  Antara lain tidak ada lafadz: "Islam" dan "Din" yang disebutkan dalam konteks ayat tersebut sebagai istilah untuk agama Nabi Sulaiman, sejalipun lafadz: Aslamtu adalah satu kata akar dengan lafadz: Islam.  Alasannya, karena tidak selamanya lafadz yang asalnya satu akar kata maknanya sama.  Contoh lafadz: Jama'a dengan lafadz: Jimâ 'jelas maknanya berbeda.  Jama'a artinya mengumpulkan, sedangkan Jimâ 'artinya bersetubuh. Padahal keduanya adalah satu akar kata yang mengikuti wazan yang sama.  Disamping itu lafadz: Asalama bisa diartikan: Tunduk dan patuh " sebagaimana makna bahasanya. Ini termasuk lafadz: Muslim dan Muslimin.

Alasan lain adalah, bahwa pembahasan apakah agama Nabi terdahulu Islam atau tidak sebenarnya pembahasan akidah yang dijelaskan oleh al-Qur'an sebagai  kisah (qashas), yang menceritakan sesuatu yang realitasnya tidak ada pada saat ini. Maka, untuk membuktikan hanya dapat dilakukan melalui nas yang qath'i, yang menjelaskan pengertian seperti ini. Kecuali dengan teks yang umum: Aslamtu, Muslimîn dan Muslim dan sebagainya. Disamping juga karena tidak lolos qarinah (indikasi) yang bisa menjelaskan pengertian syar'inya, sehingga nas-nas tersebut tidak bisa diartikan dengan maksud memeluk agama Islam.

Sumber : 

Abdurrahman, Hafidz, Diskursus Islam Politik dan Spiritual, Bogor, cet VI, 2016, hal. 1-5.

Samith 'Athif az-Zayn, al-Islam Wa Idiyulujiyyah al-insan, Dar al-Kutub al-Lubnani, Beirut, cet III, 1982, hal. 166.




Posting Komentar

0 Komentar

Post yang ingin diketahui